Kelebihan Kapasitas Dinilai jadi Penyebab Kebakaran Lapas Tangerang
Permasalahan kelebihan kapasitas (overcrowding) dinilai menjadi penyebab kebakaran maut di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Tangerang.

JawaPos.com – Permasalahan kelebihan kapasitas (overcrowding) dinilai menjadi penyebab kebakaran maut di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Tangerang. Peristiwa itu menyebabkan 41 orang narapidana tewas dalam insiden nahas yang terjadi pada Rabu (8/9) dini hari WIB.
“Yang menjadi catatan penting adalah mengenai kondisi kelebihan kapasitas (overcrowding), diketahui bahwa Lapas Kelas I Tangerang hanya memiliki daya tampung sebanyak 600 orang, namun dihuni oleh 2.072 orang warga binaan yang artinya kelebihan kapasitas sebesar 250 persen dari daya tampung Lapas. Blok yang terbakar juga adalah blok khusus narkotika,” kata pengacara publik LBH Jakarta, Oky Wiratama Siagian dalam keterangannya, Kamis (9/9).
“Kondisi tersebut bisa dibilang sebagai salah satu penyebab banyaknya korban jiwa dalam kebakaran ini,” imbuhnya.
Dia menyebut salah satu yang menjadi penyebab overcrowding adalah sistem peradilan pidana yang masih mengutamakan pidana pemenjaraan, ketimbang pemidanaan nonpenjara sebagaimana dijelaskan dalam UN Standard Minimum Rules for Non-Custodial Measures atau dikenal sebagai Tokyo Rules.
Dia mengutarakan dalam Tokyo Rules disebutkan bahwa tujuan dari pemidanaan nonpenjara adalah menerapkan alternatif hukuman yang efektif bagi pelaku tindak pidana. Serta memberikan keseimbangan yang tepat antara hak individu pelaku tindak pidana, hak korban, dan kepentingan masyarakat.
Oleh karena itu, LBH Jakarta menilai pendekatan restorative justice harus dikedepankan oleh Kepolisian dan Kejaksaan dalam melakukan penegakan hukum yang menjunjung tinggi hukum dan hak asasi manusia.
“Untuk pecandu harus direhabilitasi dan harus dilakukan pula evaluasi terhadap satuan-satuan narkotika mulai dari Polri hingga BNN. Karena hingga kini masalah narkotika tak kunjung selesai,” sesal Oky.
LBH Jakarta mendesak pula proses penyelidikan dan penyidikan yang transparan dan akuntabel untuk menentukan tentang adanya tidaknya unsur kelalaian atau kesengajaan dalam peristiwa kebakaran lapas tersebut dan menghukum pelakunya secara pidana berdasarkan Pasal 359 KUHP, maupun digugat berdasarkan Pasal 1366 KUHPerdata dan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia (Perma) Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintahan dan Kewenangan Mengadili Perbuatan melanggar Hukum oleh Badan/Pejabat Pemerintahan (Onrechtmatige Overheidsdaad) bagi keluarga korban.
Oky meminta pemerintah dan DPR RI melakukan evaluasi terhadap kerja Kementerian Hukum dan HAM, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dan Lapas Kelas I Tangerang. Menurutnya, harus melakukan evaluasi secara keseluruhan kondisi Lapas dan Rutan secara berkala dan menjamin bahwa tragedi seperti ini tidak terulang kembali.
“Kementerian Hukum dan HAM, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dan Lapas Kelas I Tangerang harus bertanggung jawab secara penuh terhadap pemulihan seluruh pihak yang menjadi korban tragedi terbakarnya Lapas Kelas I Tangerang,” pungkasnya.