Pegawai KPK Nonaktif Dijanjikan Bekerja di BUMN, Agar Melunak?

Terkait hal ini, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron membantah beredarnya surat tersebut. Pimpinan KPK berlatar belakang akademisi ini mengklaim tak mengetahui

Pegawai KPK Nonaktif Dijanjikan Bekerja di BUMN, Agar Melunak?

JawaPos.com – Belum reda polemik soal asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Kini timbul polemik lagi di internal pegawai KPK. Musababnya, beredar informasi sejumlah pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif yang tak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), disodorkan Biro SDM sebuah surat pernyataan. Surat tersebut berisi agar pegawai KPK nonaktif yang gagal TWK dijanjikan disalurkan ke tempat lain sesuai pengalaman kerja.

Berdasarkan informasi yang dihimpun JawaPos.com, belum semua pegawai yang Tak Memenuhi Syarat (TMS) atau tak lolos TWK, ditawari surat yang dikabarkan akan disalurkan bekerja di BUMN. Namun atas penawaran yang juga dilakukan Sekjen KPK Cahya Harefa dan Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring Pahala Nainggolan, sebanyak 49 orang dikabarkan menolak dengan tegas. Sementara 8 orang masih mempertimbangkan untuk menerima atau menolaknya.

Sebagian pegawai KPK nonaktif yang ditawari akan bekerja di BUMN, mengaku tak ada kepastian akan ditempatkan di BUMN mana, posisi apa, lokasi penempatan, hingga status kepegawaiannya. Atas dasar itu, pegawai tersebut pun masih mempertimbangkan untuk menerima atau menolak tawaran tersebut.

Terkait hal ini, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron membantah beredarnya surat tersebut. Pimpinan KPK berlatar belakang akademisi ini mengklaim tak mengetahui beredarnya surat tersebut.

“Saya tidak tahu, tanya ke yang buat itu,” kata Ghufron kepada JawaPos.com, Senin (13/9).

Draf surat permohonan agar pegawai KPK nonaktif disalurkan ke BUMN/Foto: Istimewa

Sementara itu, pelaksana harian (Plh) Kepala Biro SDM Yonathan Tangdilintin tidak menggubris konfirmasi yang dilayangkan JawaPos.com terkait beredarnya surat tersebut.  Demikian juga dengan Sekjen KPK Cahya Harefa. Sementara Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring Pahal Nainggolan berkilah, jika dia tak pernah menawari pegawai KPK nonaktif untuk bekerja di BUMN.

“Wah, saya gak tahu, bukan bidang saya,” katanya singkat ketika dikonfirmasi.

Terpisah, penyidik senior KPK nonaktif Novel Baswedan menilai, jika surat penawaran penyaluran agar dipekerjakan di tempat lain merupakan bentuk penghinaan terhadap pegawai KPK.

“Penghinaan. Di KPK adalah upaya untuk berjuang melawan korupsi, tidak hanya untuk bekerja,” tegas Novel.

Novel menyebut, surat tersebut merupakan langkah sistematis untuk menyingkirkan para pegawai KPK. Dia menganggap hal itu sebagai bentuk pembunuhan bagi kinerja pemberantasan korupsi.

“Ini semakin jelas bahwa ini upaya sistematis untuk membunuh pemberantasan korupsi. Tentu ada kekuatan besar yang ingin menguasai KPK untuk suatu kepentingan yang bukan kepentingan memberantas korupsi,” cetus Novel.

Terpisah, pegawai KPK nonaktif Aulia Postiera mengaku rekannya ada yang disodorkan surat tersebut. Dia menyesalkan hal itu terjadi.

“Saya tidak menerima surat tersebut, cuma ada dari kami yang ditawari dan diberikan surat tersebut untuk diisi dan ditandatangani. Menurut saya jika surat tersebut benar, sangat tidak elok. Kami semua adalah pegawai KPK, khususnya saya sudah 14,5 tahun mengabdi di KPK,” sesal Aulia.

Menurutnya, permasalahan tidak diluluskan dalam TWK itu sudah jelas dalam temuan Ombudsman dan Komnas HAM, bahwa terdapat pelanggaran administrasi dan pelanggaran HAM. Seharusnya Pimpinan KPK menindaklanjuti tindakan korektif yang disampaikan oleh Ombudsman dan rekomendasi dari Komnas HAM.

“Jika Pimpinan KPK tetap bersikeras ingin memecat kami, itu menjadi pertanyaan besar. Ada apa? Kok ngotot sekali?. Oleh karena itu, kami memohon agar Presiden Jokowi dapat segera mengambil tindakan menindaklanjuti putusan MA, MK, rekomendasi ORI dan Komnas HAM,” harap Aulia menandaskan.

Hal senada juga dikatakan mantan Direktur PJAKAKI KPK Sujanarko. Menurut pria yang karib disapa Koko ini, adanya draft surat tersebut mengkonfirmasi memang 57 pegawai KPK ini disingkirkan supaya tidak bisa berkiprah di KPK lagi.

“Model-model politikus ini. Tidak konsisten (Pimpinan KPK-Red). Dinyatakan tidak bisa di bina diserahkan BUMN. Apa maksudnya itu?,” sesal Koko.

Di lain pihak, pegawai KPK nonaktif lain, Benydictus Siumlala Martin Sumarno mengaku belum ditawari ataupun dikirimin surat penawaran untuk bekerja di BUMN. Namun, dia dengan tegas akan menolaknya jika biro SDM coba-coba merayu dirinya, agar melunak tak melakukan perlawanan hukum ke pimpinan KPK yang akan memecatnya.

“Kalau saya pribadi jelas menolak. Bukan itu jalan keluarnya, dan nggak ada opsi itu di rekomendasi ORI dan KHAM. Dan saya pribadi nggak mau menghamba pimpinan. Surat itu isinya feodal sekali.” tukas Beni.

Untuk diketahui, pegawai KPK yang dinonaktifkan karena tak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) terus melakukan perlawanan terhadap pimpinan KPK dan sejumlah petinggi lembaga lain seperti BKN. Atas usahanya, pihak Ombudsman menilai adanya sejumlah pelanggaran administrasi dan hukum yang dilakukan pimpinan KPK dan sejumlah lembaga lain.

Sementara pihak Komnas HAM menemukan adanya 11 pelanggaran HAM yang dilakukan KPK terkait TWK yang dijadikan sebagai syarat untuk menjadi ASN. Terkini, pegawai KPK yang dinonaktifkan tersebut masih melakukan gugatan hukum ke Komisi Informasi Pusat (KIP). Mereka meminta agar pihak PPID KPK membuka data hasil TWK yang dinilai syarat kecurangan.