Peneliti LIPI Sebut Pembubaran Densus 88 Picu Ancaman Teror

"Jika mau dibubarkan ya bubarkan saja, kalau ada bom jangan mengeluh kalau negara kita seperti Suriah," ujar Hermawan.

Peneliti LIPI Sebut Pembubaran Densus 88 Picu Ancaman Teror

JawaPos.com – Wacana pembubaran Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri memicu polemik di tengah masyarakat. Wacana ini pertama kali dilontarkan oleh politikus Partai Gerindra Fadli Zon. Pembubaran Densus 88 Antiteror Polri dikhawatirkan memicu ancaman teror di Indonesia.

Peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Prof Hermawan Sulistyo menyampaikan pandangan, tidak ada masalah apabila detasemen khusus yang didirikan sejak tahun 2003 itu dibubarkan. Namun dia memberikan peringatan secara tegas, apabila dibubarkan maka potensi ancaman teror akan terjadi di mana-mana.

“Jika mau dibubarkan ya bubarkan saja, kalau ada bom jangan mengeluh kalau negara kita seperti Suriah,” ujar Hermawan Sulistyo dalam diskusi Densus 88 Penanganan Terorisme dan Narasi Islamofobia di Jakarta Kamis (14/10). Menurut dia, selama ini mekanisme operasi penangkapan yang dilakukan Densus 88 Antiteror Polri tidak sembarangan.

Bahkan proses yang dilakukan Densus sepenuhnya akuntable. Hanya saja, ia menyayangkan kurangnya kepiawaian pihak kepolisian dalam menyosialisasikan kepada publik terkait upaya yang sudah dilakukan.

Dalam diskusi tersebut turut dihadirkan mantan narapidana kasus terorisme bernama Kamaludin. Dia mengatakan dahulu begitu membenci keberadaan Densus 88 Antiteror. Sebab kelompoknya dijadikan target operasi penangkapan. Namun kini ia balik mengapresiasi peran Densus 88 dibalik operasi pemberantasan kasus-kasus terorisme.

“Keberadaan Densus 88 patut disyukuri oleh umat Islam. Wajar dulu saya mentargetkan Densus 88, karena mereka mengincar terorisme. Maka kita juga mengincar densus 88,” kenangnya.

Sebagaimana diketahui munculnya aksi terorisme di Indonesia tidak lepas dengan paham radikalisme. Merespon kemunculan paham radikal di Indonesia, tokoh ulama Marsudi Syuhud mengingatkan peran organisasi kemasyarakatan. Organisasi kemasyarakatan harus bersama-sama menanggulangi pemahaman radikalisme.

“Yang bisa memahami ini adalah ormas-ormas seperti NU, Muhammadiyah, dan lainnya yang jumlahnya terdapat 80-an organisasi kemasyarakatan Islam di Indonesia,” ujar Marsudi.

Menurutnya paham radikalisme bisa ditangkal denhan nilai-nilai kemanusiaan. Seperti keadilan, menghormati orang lain, serta sifat kemanusiaan lainnya. Marsudi menegaskan, kekerasan terhadap orang lain sangat tidak dibenarkan untuk alasan tertentu.